28 Desember 2010
Kisah Jonathan Pollak, Remaja Yahudi Penentang Pendudukan Israel
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV--Berita tentang Jonathan Pollak bakal terdengar aneh di kuping warga Palestina, apalagi warga Israel yang bermukim di Jalur Gaza. Pollak kini menghadapi vonis hakim Pengadilan Tel Aviv. Ia kemungkinan bakal mendekam antara tiga sampai enam bulan di penjara.
Kejahatannya? Pollak berunjuk rasa, mengendarai sepeda di jalan-jalan kota Tel Aviv bersama sekitar 30 rekan-rekannya pada Januari 2008. Mereka memprotes serangan Israel ke Kota Gaza.
Tidak ada yang salah dengan demonstrasi Pollak. Berunjuk rasa mengendarai sepeda di Tel Aviv bisa dibilang hal lumrah. Penggiat lingkungan hidup pun kerap melakukannya.
Tapi ketika Pollak dan rekan-rekan mereka memprotes Israel yang menyerang Gaza, hanya Pollak yang ditangkap polisi.
Dan Pollak adalah seorang Yahudi tulen. Namun Pollak bukan Yahudi yang 'lazim'. Sebab dari catatan kegiatannya, ia sudah berunjuk rasa menentang kependudukan Israel di Jalur Gaza sejak lama. Pollak bahkan dikenal sebagai pengunjuk rasa veteran.
Ia kerap berada di di barisan depan pengunjuk rasa Gaza, bersama pemuda-pemuda Palestina, pekan demi pekan. Melempar batu ke tank-tank dan prajurit Israel. Mengambil risiko yang sama ditembaki dengan peluru tajam.
Ayed Morrar, aktivis Palestina yang terkenal dengan video dokumenternya saat menghalangi konvoi tentara Israel di Desa Budrus, sampai memuji Pollak. "Dia (Pollak) adalah pemuda yang saya kagumi. Saya bersahabat dengannya," kata Morrar.
Pollak lahir dari keluarga Yahudi beraliran kiri. Ayahnya,Yossi, adalah salah satu aktor terkenal Israel. Sementara ibunya, Nimrod Eshel, pernah dipenjara gara-gara mengoordinasi unjukrasa nelayan Israel tahun 1950-an.
Pollak sudah mengenal demonstrasi sejak bayi. Ayah dan ibunya membawa bayi Pollak saat unjuk rasa besar-besaran di Tel Aviv tahun 1982, sejumlah warga Israel meminta Perang Lebanon diakhiri.
"Yang membuat saya berbeda dengan pemuda Yahudi lainnya, bahkan dengan yang pro Palestina pun adalah saya sudah 'menyeberang'. Kami bukan lagi memprotes pendudukan Israel. Kami melawan Israel," kata Pollak, dengan tegas.
Belajar Bahasa Arab
Pollak putus sekolah sejak ia berusia 15 tahun. Di usia remaja ia sudah menjadi aktivis penyayang binatang. Pollak muda menyebut dirinya sebagai seorang penganut anarkisme.
Pollak juga kabur dari program wajib militer. Ia bersembunyi di Belanda selama dua tahun, sebelum akhirnya dideportasi ke Israel. Catatan kriminalnya penuh dengan tinta merah: melawan polisi, melawan militer.
Untuk menopang hidupnya sehari-hari, Pollak harus banting tulang, karena ia lebih sering tinggal di permukiman Palestina ketimbang Yahudi. Ia belajar bahasa Arab dan desain grafis untuk membuat selebaran-selabaran iklan.
"Pollak ingin membuktikan, siapapun yang mendukung gerakan pendudukan Israel atas Palestina tidak boleh menyebut dirinya beradab!" kata Morrar. "Pollak juga menegaskan, berjuang menentang pendudukan dan kekejaman Israel bukan berarti menjadi seorang teroris atau pembunuh," sambung Morrar.
Kuasa hukum Pollak, Gaby Lasky, mengatakan peradilan Israel berlaku diskriminatif terhadap Pollak. "Tapi kalau Pollak masuk penjara, ia akan masuk dengan kepala tegak karena membela Palestina," katanya. "Hukum Israel-lah yang harusnya malu. Malu telah berbuat semena-mena pada warga Palestina di Gaza yang selama ini menderita," katanya.